Bukan Bagian

Written by Razzaz on December 25, 2020

Sirine polisi bersahut-sahutan, suara tembakan menyalak-nyalak. Situasi semakin rumit, bukannya apa, memang terkadang penegak hukumlah yang 'memang' membuat semuanya tampak lebih rumit. "Target menuju arah barat daya!" perintah terdengar dari HT yang digengamnya. "Siap sir, menuju target!" rombongan SUV segera menuju sesuai perintah komandannya.

Pemadangan yang aneh untuk malam ini, kota menjadi hiruk pikuk karena adanya teror yang mengancam para punggawa republik ini. mereka takut, ya takut mati. jika ada yang bertanya apa salah mereka, banyak sekali salah mereka. tak ada lagi rakyat yang percaya dengan pemerintahan semacam itu, di publik merasa tinggi moral, padahal... martabatnya nol, lantas kenapa mereka masih dilindungi? tenanglah, bumi nusantara ini gemar melindungi.

Semua penduduk kota memilih menutup dan mengunci pintu rumahnya rapat-rapat. aku menatap keluar jendela, terlihat masih ada beberapa pasukan taktis yang sedang berjaga. Semoga saja mereka tidak berjaga saat mabuk. Sebagian dari mereka pergi, entah kemana. Sebagian lagi ada yang datang, SUV hitam doff milik pasukan taktis. datang dengan cepat mengarah ke beberapa pasukan taktis yang sedang berjaga. tetapi semakin lama semakin cepat. SUV itu kehilangan kendali!

Braakkk, crash, dentuman bertumbuk keras sekali. beberapa orang yang berpakaian taktis tersebut berhasil menghindar, beberapa dari mereka terpental karena tabrakan tadi. SUV itu berhenti setelah menghantam gedung, asap hitam mulai keluar dari bagian depannya, beberapa pasukan taktis mencoba membuka pintu SUV tersebut, namun terlambat, SUV tersebut tiba-tiba meledak! dalam hitungan detik semua pasukan taktis lenyap.

Yaps, itu bom mobil, bom SUV tepatnya. Asap tebal akibat ledakan masih membumbung tinggi, mengepul, hitam, dan pekat. Sirine berganti dengan sirine penjinak api, dan juga sirine ambulance.. Puluhan kantong mayat penuh, Komandan selamat, dengan luka-luka dan lebam di sekujur tubuh. Dia merasa bersalah. Air matanya menetes.

Aku tutup kembali jendela flat. Puluhan nyawa melayang hanya untuk melindungi pejabat bermartabat nol itu, harus nya biarkan saja mereka mati. Di didik dengan nasionalisme sebagai pangan pokok.. dan ideologi tameng peluru sebagai lauknya. Tameng peluru, siapa pun yg menjadi pasukan taktis pengawal, pasti sudah muak dengan kalimat itu.